Nasehat
Ta'ziyah
Banyak manusia yang tidak mengetahui, tiada
nikmat yang paling besar yang diberikan Allah swt kepada manusia selain
didatangkan kematian kepanya. Sebab, kematian akan mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang paripurna. Begitulah yang ditegaskan Allah dalam surat
al-Ankabut [29]: 64
….وَإِنَّ الدَّارَ
الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: “dan sesungguhnya akhirat itulah
yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
Dunia; alam yang ditempati manusia sebelum
kematian datang, adalah tempat berkumpulnya berbagai bentuk kesengsaraan dan
penderitaan yang tidak akan pernah putus dan berhenti. Begitulah yang pernah
dikatakan Allah kepada nabi Adam as. dalam suarat Thaha [20]: 117
فَقُلْنَا يَاآدَمُ إِنَّ
هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ
فَتَشْقَى
Artinya: “Maka kami berkata: “Hai Adam,
sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka
sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang
menyebabkan kamu menjadi celaka (selalu menanggung kesusuhan).”
Penderitaan dan kesusuhan hidup di dunia baru
berakhir bila kematian datang kepada manusia. Oleh karena itulah, Allah swt
menyebutkan bahwa sebagian manusia yang mengetahui akhirat adalah kehidupan
yang sempurna dan lebih baik, mereka pasti akan mencintai datangnya kematian
secepatnya. Seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 94-96
قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ
الدَّارُ الْآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ(94)وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ
أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ(95)وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ
النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ
يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ
يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ(96)
Artinya: “Katakanlah: “Jika kamu (menganggap
bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk
orang lain, maka inginilah kematian (mu), jika kamu memang benar (94). Dan
sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena
kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan
Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya (95). Dan sungguh kamu akan
mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan
(lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar
diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan
menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (96)”.
Akan tetapi, kebanyakan manusia sangat takut
dengan kematian, bahkan kalau bisa tidak pernah berjumpa dengan sesuatu yang
bernama kematian. Hal itu disebabkan karena mansuia hidup dengan gelimang dosa
dan maksiat kepada Allah swt. Bahkan, saking takutnya manusia dengan kematian,
dia menginginkan hidup selamanya dan tidak akan pernah mati. Manusia adalah
makhluk yang sangat rakus dengan kehidupan di dunia. Begitulah Allah
menceritakan sebab Adam as. tergoda oleh rayuan iblis dengan “iming-iming”
keabadian. Seperti disebutkan dalam surata Thaha [20]: 120.
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ
الشَّيْطَانُ قَالَ يَاآدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ
لَا يَبْلَى
Artinya: “Kemudian syaitan membisikkan
pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan
kepada kamu pohon khuldi (hidup yang kekal) dan kerajaan yang tidak akan
binasa?”.
Itulah dua senjata syaithan yang sukses
dipergunakannya untuk mengeluarkan Adam as. dari sorga. Kedua senjata itu juga
yang kemudian sampai hari kiamat akan dipergunakan syaithan untuk
menggelincirkan manusia dari jalan Allah. Senjata itu adalah hidup yang kekal
dan kekuasaan yang tidak akan pernah hilang.
Kenapa kedua hal itu yang dijadikan senjata
ampuh bagi syaithan untuk menggoda manusia? Jawabannya adalah bahwa syaithan
persis tahu bahwa kedua hal itu adalah keinginan terbesar setiap manusia.
Adalah naluri setiap manusia, mendambakan hidup yang kekal dan tidak akan
pernah mati. Begitu juga, sudah fitrah manusia kalau dia menginginkan jabatan,
kekuasaan, kedudukan yang tidak akan pernah hilang, berhenti dan habis. Jika
manusia memiliki suatu kekuasaan, dipastikan dia tidak akan pernah ingin
kekuasaan itu berakhir dari tangannya.
Namun demikian, dua hal yang menjadi keinginan
manusia tersebut, tidak akan pernah bisa diwujudkan. Sebab, Allah telah
menciptakan hukum-Nya untuk menepis keinginan manusia itu. Keinginan pertama
berupa kekekalan, Allah tepis dengan hukum-Nya yang berupa kematian. Allah
telah menciptakan ketentuan, bahwa semua yang bernyawa dan pernah merasakan
kehidupan, akan berakhir dengan kematian. Seperti yang disebutkan dalam surat
Ali ‘Imran [3]: 185
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga,
maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.”
Keinginan manusia yang kedua berupa kekuasaan
yang tidak akan pernah hilang dan lenyap, Allah swt. menepisnya dengan menciptakan
hukum keterbatasan. Semua yang ada selain Allah, adalah bersifat terbatas dan
sementara. Suatu ketika, ia akan hilang, habis dan lenyap. Begitulah yang
disebutkan dalam surat Ar-Rahman [55]: 26-27
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا
فَانٍ(26)وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ(27)
Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan
binasa (26). Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan (27).”
Oleh karena itu, apa yang kita hadapi dan
kita saksikan hari ini, yaitu kematian yang mendatangi salah seorang saudara
kita adalah dalam rangka memenuhi hukum yang telah ditetapkan Allah untuknya.
Namun demikian, hal yang mesti kita sadari dan yakini adalah, bahwa kematian
yang didatangkan Allah kepada manusia pastilah memiliki maksud dan tujuan yang
besar. Dan yang pasti, bahwa tujuannya adalah kebaikan bagi manusia itu
sendiri. Sebab, tidak ada yang datang dari Allah berupa keburukan. Kalaupun itu
terlihat buruk dan menyakitkan, hanyalah karena keterbatasan manusia dalam
memandangnya.
Tujuan kematian itu sendiri disebutkan Allah
dalam surat Al-Mulk [67]: 2
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ
وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ
الْغَفُورُ
Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Kematian dalam ayat di atas, Allah sebutkan
sebagai bentuk ujian bagi manusia. Ada hal yang mesti kita sadari, bahwa ketika
kita menyebut kata “ujian” maka pastilah setiap ujian bertujuan baik. Karena,
tidak ada satupun ujian yang bertujuan buruk apalagi merugikan. Seorang siswa
tidak akan pernah naik ke tingkat kelas yang lebih tinggi tanpa melalui ujian.
Seorang siswa tidak akan berobah sebutannya menjadi mahasiswa sebagai tingkat
pelajar tertinggi, tanpa melewati serangkian ujian. Seseorang yang sebelumnya
berstatus pengangguran dan tidak memiliki pekerjaan, baru akan memperoleh
pekerjaan dan penghasilan tetap setelah melewati serangkain ujian, begitulah
seterusnya.
Oleh karena itu, kematian di samping disebut
musibah, namun pada saat yang sama ia adalah karunia dan nikmat dari Allah yang
mesti “disyukuri”. Bukankah Allah mengecam manusia yang masih kafir
kepadsa-Nya, dengan menyebut nikmat kematian dan kehidupan yang telah mereka
terima? Lihatlah firman-Nya dalam surat al-Baqarah [2]: 28
كَيْفَ تَكْفُرُونَ
بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ
يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah,
padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan?”
Kematian sebagai ujian yang bermuara pada
kebaikan, juga disebutkan Allah swt. dalam surat al-Baqarah [2]: 155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ
مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Baik dalam surat al-Mulk [67]: 2 maupun dalam surat al-Baqarah [2]: 155, Allah menyebutkan bahwa kematian adalah ujian bagi “kamu” semua. Kata “kamu” di sini mencakup dua hal. Pertama, kamu yang mati dan kedua kamu yang hidup. Dengan demikian, kematian adalah nikmat dan kebaikan bagi setiap yang mengalami kematian dan kebaikan bagi yang masih hidup.
Baik dalam surat al-Mulk [67]: 2 maupun dalam surat al-Baqarah [2]: 155, Allah menyebutkan bahwa kematian adalah ujian bagi “kamu” semua. Kata “kamu” di sini mencakup dua hal. Pertama, kamu yang mati dan kedua kamu yang hidup. Dengan demikian, kematian adalah nikmat dan kebaikan bagi setiap yang mengalami kematian dan kebaikan bagi yang masih hidup.
Kematian adalah nikmat bagi yang
mengalaminya, karena dengan kematian itulah dia bisa menjadi makhluk yang
sempurna. Sebab, tidak akan pernah ada manusia yang sempurna sebelum melewati
kematian. Oleh karena itulah, kematian tidak hanya disebutkan Allah dengan kata
maut, akan tetapi juga dipakai kata wafat yang secara harfiyah berarti
sempurna. Seperti firman Allah dalam surat az-Zumar [39]: 42
اللَّهُ يَتَوَفَّى
الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ
الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Allah memegang (menyempurnakan)
jiwa ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya
dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang
berfikir.”
Oleh karena itu, kematian merupakan proses
kehidupan yang dilalui manusia untuk menuju kesempurnaan hidup. Sebab,
perpindahan dari satu alam ke alam lain, betujuan agar manusia lebih sempurna
untuk kehidupan berikutnya. Dulu ketika di alam arwah, manusia belum disebut
makhluk sempurna, lalu Allah swt pindahkan ke alam rahim. Di alam rahim manusia
juga belum sempurna, maka Allah swt. pindahkan ke alam dunia. Di dunia manusia
juga belum sempurna, kemudian Allah swt pindahkan ke alam akhirat melalui
proses kematian. Begitu juga yang terjadi dengan makhluk lain, misalnya ayam
yang masih dalam telur, belum lagi sempurna menjadi ayam. Kesempurnaannya baru
terjadi setelah perpindahan dari “alam telur” ke alam dunia.
Dengan demikian, pada hakikatnya kematian
adalah sebuah nikmat dari Tuhan dan salah satu bentuk wujud kasih sayang-Nya
kepada manusia. Sebagai bukti bahwa kematian adalah nikmat Tuhan, bukankah
setiap bangun tidur kita selalu mengucapkan;
الحمد لله الذي أحيانا بعد
ما اماتنا واليه النشور
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah
menghidupkan kita setelah mematikan kita, dan kepada-Nya juga kembali.”
Tidur yang merupakan bagian kecil dari bentuk
kematian, dirasakan manusia sebagai suatu kenikmatan yang begitu berharga,
karena betapa tersiksanya manusia jika tidak bisa tidur. Maka kematian yang
sesungguhnya, tentulah jauh lebih nikmat dari tidur yang dirasakan manusia.
Sangat tepat, jika Allah swt mencela manusia yang tidak memahami dan bersyukur
terhadap nikmat kematian tersebut. Seperti yang disebutkan Allah dalam surat
al-Baqarah
Oleh karena kematian adalah sebuah nikmat,
maka tidaklah sepantasnya manusia takut dan menghindarkan diri dari padanya.
Sebab, siapa yang lari dari kematian berarti dia tidak menginginkan
kesempurnaan atas dirinya. Yang terbaik adalah melakukan persiapan yang
sempurna guna menghadapi proses kematian tersebut.
Kematian adalah gerbang menuju akhirat, yang
disebut Allah swt sebagai kehidupan yang lebih sempurna. Seperti yang terdapat
dalam surat al-‘Ankabut [29]: 64
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ
الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini
melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”
Semenrata “kamu” yang hidup terbagi dua;
pertama keluarga dan karib kerabat dari yang meninggal, dan kedua manusia lain
yang tidak punya ikatan kekerabatan. Adapun kematian menjadi nikmat bagi
keluarga yang ditinggalkan adalah, bahwa melalui kematian yang menimpa anggota
keluarganya itulah mereka bisa mendapatkan tiga keuntungan yang besar dari
Allah. Tentu saja jika mereka bisa bersabar terhadap apa yang menimpa mereka.
Itulah yang disebutkan Allah swt. dalam surat al-Baqarah [2]: 156-157
الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ(156)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ(157)
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”
(156). Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan
mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (157)”.
Itulah tiga janji Allah terhadap anggota
keluarga yang sabar menerima kematian; salawat dari Allah, rahmat dan
petunjuk-Nya. Inilah tiga karunia Allah yang sangat berharga, dan belum tentu
semua makhluk bisa memprolehnya.
Selanjutnya kematian menjadi nikmat bagi
orang lain adalah, bahwa dengan kematian itu Allah memberikan pelajaran-Nya
yang sangat berharga. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw. pernah bersabda
وكفى بالموت وعظا
Artinya: “Cukuplah kiranya kematian menjadi
pelajaran bagi kamu”.
Dengan menyaksikan kematian orang lain, yang masih hidup harus menyadari bahwa kitapun akan mengalami hal yang sama. Hanya waktunya saja yang tidak bisa diketahui. Dan yang mesti kita sykuri adalah, bahwa Allah masih berkenan memberikan kesempatan kepada kita untuk memperbaiki diri dengan beramal. Dan itu adalah kesempatan yang mesti dipergunakan sebaik-baiknya. Dalam hadist lain Rasulullah saw. bersabda:
Dengan menyaksikan kematian orang lain, yang masih hidup harus menyadari bahwa kitapun akan mengalami hal yang sama. Hanya waktunya saja yang tidak bisa diketahui. Dan yang mesti kita sykuri adalah, bahwa Allah masih berkenan memberikan kesempatan kepada kita untuk memperbaiki diri dengan beramal. Dan itu adalah kesempatan yang mesti dipergunakan sebaik-baiknya. Dalam hadist lain Rasulullah saw. bersabda:
أكيس الناس أكثرهم ذكرا
للموت وأشدهم استعدادا له
Artinya: “Manusia yang paling cerdas adalah
manusia yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak persiapannya
menghadapi kematian.”
Iangtlah! bahwa yang tidak punya persiapan menghadapi kematian, mereka akan sangat ketukutan ketika kematian datang kepada mereka. Bahkan, meminta kepada Allah agar ditangguhkan kematiannya beberapa saat untuk bisa mempersiapkan diri. Namun, hal itu tidak mungkin diberikan Allah, disebabkan ajalnya sudah datang (Q.S . an-Nahl [16]: 61 dan juga al-Munafiqun [64]: 11).
Iangtlah! bahwa yang tidak punya persiapan menghadapi kematian, mereka akan sangat ketukutan ketika kematian datang kepada mereka. Bahkan, meminta kepada Allah agar ditangguhkan kematiannya beberapa saat untuk bisa mempersiapkan diri. Namun, hal itu tidak mungkin diberikan Allah, disebabkan ajalnya sudah datang (Q.S . an-Nahl [16]: 61 dan juga al-Munafiqun [64]: 11).
Bahkan, setelah sampai di alam barzakhpun
nanti, orang yang kafir atau kelompok yang tidak punya persiapan dengan
kematian meminta kepada Tuhan agar bisa dikembalikan ke dunia. Seperti yang
terdapat dalam surat al-Mu’minun [23]: 99-100
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ
الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ(99)لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا
إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ
يُبْعَثُونَ(100)
Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang
kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia
berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) (99). agar aku berbuat amal
yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya
itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
sampal hari mereka dibangkitkan (100).”
Tidak cukup hanya sampai di situ, setelah
berada di bibir nerakapun, mereka meminta kepada Allah untuk dikembalikan ke
dunia untuk bisa beramal. Namun, hal itu tetap hanyalah sebuah kesia-siaan
belaka. Ungkapan mereka disebutkan Allah dalam surat Fathir [35]: 37
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ
مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Artinya: “Dan mereka berteriak di dalam
neraka itu: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan
amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami
tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang
mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka
rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang
penolongpun.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar