Etika Berkompetisi Dalam Pemilu Legislatif Bagi
Partai Dakwah
Berkompetisi
menjadi sesuatu yang mulia ketika dilakukan dalam hal kebaikan, termasuk dalam
tarbiyah dan dakwah. Urgensi kompetisi terlihat dalam beberapa hal berikut:
Pertama: Sesungguhnya berkompetisi dalam kebaikan adalah sifat
para nabi dan malaikat. Allah SWT berfirman memuji beberapa orang nabi-Nya,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ
فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu berkompetisi/bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami
dengan harap dan cemas”
(Al-Anbiyaa’: 90)
Sebagaimana
Allah Taala bersumpah dengan para malaikat-Nya dengan menyifati mereka dalam
firman-Nya,
فَالسَّابِقَاتِ
سَبْقًا
“Dan
(Malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang.” (An-Naazi’aat: 4)
Ali RA
menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan, “Yakni para malaikat yang
mendahului syetan dengan (membawa) wahyu kepada para nabi ‘alaihimussalam“.
Hal ini juga dikatakan oleh Masruq dan Mujahid. Versi lain riwayat dari Mujahid
dan Abi Rauq, maksud ayat ini adalah para malaikat yang mendahului manusia
dalam kebaikan dan amal shalih”[1].
Kedua: Berkompetisi dalam kebaikan dan amal shalih merupakan
Mathlab Syar’iy (tuntutan syar’i), sebagaimana Allah SWT
memerintahkan hal ini dalam banyak ayat, di antaranya firman Allah,
وَسَارِعُوا
إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Berkompetisilah/berlomba-lombalah
kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga” (Ali Imran: 133 dan Al-Hadiid: 21)
Dan
firman-Nya,
وَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan
untuk yang demikian itu hendaknya orang berkompetisi.” (Al-Muthaffifin: 26)
Dan
firman-Nya,
“Maka
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.”
(Al-Baqarah: 148)
Ibnu Sa’di
mengatakan, “Barangsiapa yang berkompetisi di dunia menuju akhirat, maka
dialah yang dahulu menuju surga di akhirat. Untuk itu, orang-orang yang
mendahului (As-Saabiqun) adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya”[2].
Ketiga: Berkompetisi dalam kebaikan adalah jejak dan wasiat
Rasulullah SAW yang diwasiatkan kepada para sahabatnya. Dari Abu Hurairah
RA, bahwasanya orang-orang fakir dari kaum Muhajirin pernah mendatangi
Rasulullah SAW, lalu mengadu, “Orang-orang kaya pergi membawa derajat yang
tinggi dan tempat yang bergelimang nikmat. Nabi bertanya, “Apa itu?” Mereka
berkata; Mereka shalat sama seperti kami shalat, dan mereka berpuasa sama
seperti kami berpuasa, hanya saja (bedanya) mereka memiliki kelebihan harta
sehingga mereka bisa menunaikan ibadah haji, umrah, berjihad dan bersedekah
(dengan hartanya sementara kami tidak bisa karena miskin). Lalu beliau
bersabda,
أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا
تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلاَ
يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ”.
قَالُ:وا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: “تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ
وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ مَرَّةً
“Apakah
kalian ingin aku ajari sesuatu yang (jika kalian amalkan) kalian dapat
mengungguli orang-orang yang mendahului kalian, dan mengalahkan orang-orang
setelah generasi kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari
kalian, kecuali orang yang mengamalkan hal yang sama seperti yang kalian
amalkan?” Mereka menjawab, “Ya, wahai
Rasulullah”. Beliau bersabda, “Kalian bertasbih, bertahmid dan bertakbir
setiap selesai shalat (masing-masing) sebanyak 33 kali“[3].
Keempat: Kompetisi dapat menstimulasi motivasi dan mengobarkan
semangat jiwa-jiwa yang loyo dan malas. Sebab, seseorang dalam bekerja
maupun berkarya akan berbeda kualitasnya jika ada kompetisi di dalamnya,
dibanding jika tidak ada kompetisi. Maka, kompetisi itu bak baterai yang
mengeces dan memberi energi baru bagi seseorang untuk bergerak meraih puncak
prestasi. Karena itu, sebagian orang ada yang mendefinisikan At-Tanaafus
(kompetisi) dengan “Naz’ah Fithriyah (naluri fitrah) seseorang yang
mengajak kepada pengerahan segenap kemampuan dan tenaga menuju keunggulan dan
kemenangan”[4]. Dengan demikian, tidak salah
jika dikatakan bahwa kompetisi itu wasilah min wasaaili’l fauz (salah
satu sarana menuju kemenangan).
Kelima: Kompetisi menguak potensi-potensi manusia yang
terpendam dan membuka kekuatan tekad mereka, sekaligus juga menjelaskan
titik lemah dan kekurangan mereka.
Anas bin
Malik RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW pernah mengambil pedang dalam perang
Uhud (tahun 3 H), lalu bersabda, “Siapa yang siap mengambil pedang ini dariku?”
(Maksudnya; siap berkompetisi di medan perang). Maka, para sahabat
membentangkan (mengangkat) tangan mereka, masing-masing mereka mengatakan,
“Saya” (menunjukkan kesiapannya). Lalu beliau SAW bersabda lagi, “Lantas siapa
yang mau mengambilnya dengan menunaikan haknya?” (Maksudnya: mau mengambil
pedang itu siap menggunakannya melawan musuh-musuh Allah di medan jihad). Maka,
orang-orang pun terdiam membisu. Tiba-tiba berkatalah Abu Dujanah RA, “Saya
siap mengambil pedang itu dan menunaikan haknya”. Segera, ia mengambil pedang
tersebut dan memporakporandakan barisan kaum musyrikin”[5].
Hadits ini
menunjukkan keberanian Abu Dujanah yang bernama asli; Simak bin Kharsyah RA,
tadhhiyah (pengorbanan)nya dan kejujurannya dalam jihad. Dan sama sekali tidak
menunjukkan ketakutan para sahabat lainnya RA. Sesunggunya mereka diam, tidak
mengambil pedang tersebut karena khawatir mereka tidak mampu memenuhi syarat
dan menunaikan haknya. Mereka mengangkat tangan mereka pertama kali,
menunjukkan kesiapan mereka mengambil pedang tersebut dan menggunakannya untuk
berperang tanpa syarat[6].
Keenam: Semangat berkompetisi dan bersegera dalam kebaikan
wajib diwujudkan sebelum datang rintangan yang menghalangi seorang hamba
mentaati Rabb(Tuhan)nya. Sebab, umur manusia singkat, sementara ajal
seseorang tidak ada yang tahu dan rintangan dan halangan banyak. Dalam hitungan
menit bahkan detik, seorang yang sehat, bisa saja mendadak sakit. Usia muda dan
fisik yang prima, dalam hitungan tahun bisa menjadi tua dan lemah. Hidup dan
mati pun terasa tipis jaraknya, karena orang yang segar bugar pun bisa saja
mati mendadak dengan takdir Allah SWT.
Untuk itu,
Rasulullah SAW telah mewanti-wanti hal ini dengan sabdanya,
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا
كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا
أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا،
يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ
الدُّنْيَا
“Bersegeralah
untuk mengerjakan amal-amal (shalih), sebelum nanti terjadi banyak fitnah
seperti potongan malam yang kelam/gelap gulita. Sehingga seseorang di waktu
pagi mukmin, dan sore hari berubah menjadi kafir. Atau hari mukmin, dan pagi
hari berubah menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan sedikit/sesuatu yang
remeh dari dunia”[7].
Ketujuh: Sesungguhnya orang yang berkompetisi dan bersegera
dalam kebaikan adalah lebih unggul dan lebih mulia daripada orang-orang
yang lamban dan malas.
Allah SWT
berfirman,
“Dan
orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka Itulah yang didekatkan kepada
Allah.” (Al-Waaqi’ah: 10-11)
Dan
firman-Nya,
“Tidaklah
sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai
‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk [Maksudnya: yang tidak berperang Karena uzur] satu
derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga)
dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan
pahala yang besar.” (An-Nisaa’:
95)
Juga firman
Allah SWT,
“Dan
Mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal
Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? tidak sama di antara
kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan
(Mekah). mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan
(hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing
mereka (balasan) yang lebih baik.” (Al-Hadiid:
10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar